Thursday, September 06, 2012

Kolase #12 : 19 Juli 2012. Berlabuh di Munsang.

     Say hello to the sea! 
     Saya senang sekali begitu mengetahui ada pelabuhan di dusun tempat saya menetap selama hampir 40 hari ini. Tidak sampai sepuluh menit berkendara dengan motor dari rumah, saya bisa menyapa lautan yang tenang. Sayangnya, jalan menuju pelabuhan bertipe off road, dan nyali saya tidak sebesar itu untuk mengunjungi tempat ini setiap hari untuk menjumpai senja. Saya hampir jatuh di jalanan ini dua kali. Pertama saat dibonceng Bagus, pada hari saat foto-foto di bawah diambil, dan kedua saat bersama Zidan mengendarai motor Pak Kadus yang remnya blong.
     Dari pelabuhan Munsang, kita bisa menyewa kapal nelayan untuk berkunjung ke pulau-pulau yang ada di desa ini, salah satunya Limaujering. Kami memang ke pulau itu, tapi tidak hari ini. Agenda kami hari ini adalah mengobservasi bibit rumput laut sebanyak lima ton yang katanya baru datang semalam, diantar beberapa pemudi desa yang berbaik hati menunjukkan jalan. 
    Sesampainya di pelabuhan, ada nenek Desi yang sedang mengeringkan udang untuk dibuat menjadi belacan (terasi). Kami juga berbincang dengan para nelayan di sana, mereka memperlihatkan hasil tangkapan mereka berupa kepiting dan ikan hias, serta menunjukkan cara menanam bibit rumput laut. Saat itu kami sampai di pelabuhan sekitar pukul sepuluh, padahal waktu yang tepat untuk berkunjung ke sini adalah pagi-pagi, saat nelayan merapat seusai mencari ikan semalaman. Kalau datang pagi, kita bisa membeli ikan segar dari mereka secara langsung. 
     Bibit rumput laut yang mereka dapatkan ini adalah bantuan dari pemerintah. Ini adalah kali kedua para nelayan mendapatkan bibit rumput laut. Bibit yang sebelumnya gagal karena rusak selama perjalanan dari Jawa. Jika penanaman kali ini berhasil, mereka akan panen sebulan kemudian. Kami berkesempatan melihat proses menanam rumput laut di tengah laut secara langsung, tapi tidak hari ini. Tunggu cerita selanjutnya ya :)


    Oh iya, sepulang dari pelabuhan, rencananya saya dan Zidan pergi ke Sijuk untuk beli makanan, sedangkan yang lain pulang ke rumah. Tiba-tiba ada penjual sayur keliling yang melintas. Kami pun putar balik. Penting banget ya cerita ngejar tukang sayur segala -____-. Eits, di sinilah serunya. Jangan pernah meremehkan keahlian ngebut seorang tukang sayur di Belitong. Setelah putar balik, Zidan memacu motor Jupiter hingga spedometer menunjukkan 100 km/jam. Demi mengejar tukang sayur. Ibu-ibu. Saya teriak-teriak pasrah di belakang Zidan. Kami akhirnya berhasil mengejar tukang sayur itu dan beli bahan-bahan makanan. Sesampainya di rumah, Kiki heran kenapa muka saya pucat. Oh well, dan saya baru tahu di kemudian hari kalau Zidan itu pembalap. Literally a racer. Pantesan dia ngebet banget ngejar tukang sayur itu. Harga dirinya pasti terluka karena kalah balapan dengan seorang ibu tukang sayur dari desa.



   Sorenya, kami melakukan kerja bakti. Sebenarnya kami sudah memberi tahu para ketua RT mengenai rencana ini, tapi nyatanya yang hadir hanya segelintir saja. Meskipun begitu, kami dibantu oleh ketua RT 09, para pemudi, serta anak-anak. Secara ikatan keluarga, sebagian besar penduduk Munsang memiliki hubungan keluarga satu sama lain. Sayangnya, kebersamaan mereka dalam hal gotong royong dusun masih minim. Saat anak-anak basecamp bikin kerja bakti juga cuma sedikit yang datang. Unit lain di Belitung Timur juga mengalami hal yang sama. Selain kerja bakti, warga di sini juga jarang mengadakan pertemuan. Arisan ibu-ibu pun tidak. Mungkin karena mereka (baik bapak maupun ibu) sudah lelah karena seharian bekerja di tambang (kulong) ya?

   
Love,




No comments:

Post a Comment