Saturday, June 01, 2013

Kalau melihat posting saya sebelum ini, seharusnya saya menuliskan tentang kakek saya dari pihak ayah yang berasal dari Banten. 10 Mei kemarin ayah saya menjadi yatim. Kami terakhir bertemu Ama (panggilan kami untuk beliau) saat Idul Fitri dua tahun lalu.
Frankly, saya tidak bisa menulis banyak karena saya sendiri tidak begitu mengenal Ama. How sad. Mungkin hal ini akan berbeda jika saya tinggal di dekat Banten dan fasih berbahasa Sunda. Mungkin hubungan saya dengan Ama akan lebih dekat jika beliau punya telepon untuk mengontak saya. Mungkin saya akan punya kenangan bersama Ama bila beliau pernah berkereta ke kota saya seperti yang pernah Abah lakukan. Oh well, saya senang mendengar cerita tentang hal-hal positif yang Ama lakukan untuk warga desanya, tapi saya lebih ingin menceritakan sesuatu yang berdasarkan pengalaman saya bersama beliau. But I don’t have any.
Secara genetis, keluarga adalah orang yang punya persamaan paling banyak dengan diri kita. Tapi anehnya, kadang saya merasa asing saat berada di antara mereka. Isn’t it ironic when family feels like stranger, and stranger feels like family? I took a note to myself that just because it’s my family, doesn’t mean I don’t have to work on it. It takes a lot of time and effort to make my family work. And I realized this too late.
May you rest in peace, Ama.

P.S. Mungkin alasan terbesar saya menulis ini adalah agar bisa membuat posting selanjutnya tanpa (banyak) rasa bersalah.

Love, A.

No comments:

Post a Comment