Saya dan Zidan lagi-lagi
nge-bolang. Destinasi pertama adalah pelabuhan Munsang. Tadinya kami ingin
mendokumentasikan proses pembuatan belacan (terasi), namun gagal karena rupanya
tidak ada warga yang sedang membuatnya. Kami pun belok ke kulong (tambang timah)
yang tidak jauh dari pelabuhan. Lokasinya masuk ke dalam hutan dan jalan
setapaknya sempit, hanya cukup untuk satu motor. Beruntung, saat itu sedang ada
aktivitas penambangan di lokasi ini. Wah, ini pertama kalinya saya ke tambang
timah yang masih aktif. Kulong ini luas sekali (lebih luas daripada kampus FEB
UGM biar bisa ngebayangin). Pokoknya sejauh mata memandang cuma ada gundukan
tanah dan lubang-lubang yang sedang disemprot air. Di sini kami bertemu dengan
Bang Kohel. Istilahnya beliau lah bos di tambang ini. Setelah meminta izin
untuk merekam kegiatan tambang, saya pun mewawancarai Bang Kohel. Wawancaranya
bisa dilihat di sini mulai 06:50.
tambang timah |
Bang Kohel |
Tadinya
saya pikir buat mencari kandungan timah di tanah itu butuh pencitraan satelit
atau teknologi sejenis. Tapi ternyata caranya ya trial and error. Cari
lokasi, gali sedikit, semprot air, amati lumpurnya. Kalau mengandung timah,
baru kelihatan bedanya dengan lumpur biasa. Proses menggali tanah dilakukan
manual; tenaga otot dan cangkul. Nah, galian tersebut kemudian disemprot air
untuk merontokkan butiran timah yang ada di tanah itu. Tanah, air, dan timah
bercampur menjadi lumpur. Setelah itu ada pipa yang menyedot lumpur itu ke atas
permukaan tanah, dialirkan ke alat penyaring. Butiran timah dan batu satam (jika
beruntung) akan terperangkap di alat penyaring ini, sedangkan sisa lumpur sudah
tidak terpakai. Mesin penyemprot air dan penyedot lumpur digerakkan oleh genset.
Alat penyaring juga dibuat sendiri dari kayu. Dalam sehari, timah yang
dikumpulkan berkisar 5-6 kilogram. Harga jual saat itu adalah Rp70.000. Hasil
yang didapat dibagi ke kelompok penambang ini, biasanya sekitar 3-4 orang. Punya
tambang tentu ada halangannya juga, salah satunya adalah razia polisi. Warga
dilarang melakukan kegiatan penambangan di daerah hutan lindung atau produksi.
Tapi kadang warga memang sudah “diincar” duluan. Kalaupun tertangkap, masih
bisa dibebaskan asalkan .... (yah tau sendiri lah ya). Boi, di kulong itu panas
banget. Gersang. Salut deh sama warga yang ngulong dan tetap puasa.
tambang dari jauh |
sisi lain tambang |
semproooot |
alat penyaring timah, lumpur sisa dibuang foto 3-7: Zidan |
Kelar
ngobrol sama Bang Kohel, kami pun pindah ke lokasi berikutnya. Zidan penasaran
mau lihat tambang batu granit tradisional. Kami pun pindah dari hutan satu ke
yang lain. Sayang, saat sampai di lokasi tambang granit, kami tidak bertemu
seorangpun. Tambang granit ini masih berfungsi, terlihat nyala api di dalam “tungku”
batu. Menurut Zidan, batu granit yang berukuran besar ini dibakar agar lebih
mudah untuk dipecah menjadi batu berukuran kecil yang biasa menjadi bahan
material.
Sekian
laporan sesi bolang hari ini J
Love,
No comments:
Post a Comment