Thursday, October 25, 2012

Kolase #29 : 8 Agustus 2012. Lari ke Pantai, Belok ke Hutan.

Saya dan Zidan lagi-lagi nge-bolang. Destinasi pertama adalah pelabuhan Munsang. Tadinya kami ingin mendokumentasikan proses pembuatan belacan (terasi), namun gagal karena rupanya tidak ada warga yang sedang membuatnya. Kami pun belok ke kulong (tambang timah) yang tidak jauh dari pelabuhan. Lokasinya masuk ke dalam hutan dan jalan setapaknya sempit, hanya cukup untuk satu motor. Beruntung, saat itu sedang ada aktivitas penambangan di lokasi ini. Wah, ini pertama kalinya saya ke tambang timah yang masih aktif. Kulong ini luas sekali (lebih luas daripada kampus FEB UGM biar bisa ngebayangin). Pokoknya sejauh mata memandang cuma ada gundukan tanah dan lubang-lubang yang sedang disemprot air. Di sini kami bertemu dengan Bang Kohel. Istilahnya beliau lah bos di tambang ini. Setelah meminta izin untuk merekam kegiatan tambang, saya pun mewawancarai Bang Kohel. Wawancaranya bisa dilihat di sini  mulai 06:50.


tambang timah
Bang Kohel


            Tadinya saya pikir buat mencari kandungan timah di tanah itu butuh pencitraan satelit atau teknologi sejenis. Tapi ternyata caranya ya trial and error. Cari lokasi, gali sedikit, semprot air, amati lumpurnya. Kalau mengandung timah, baru kelihatan bedanya dengan lumpur biasa. Proses menggali tanah dilakukan manual; tenaga otot dan cangkul. Nah, galian tersebut kemudian disemprot air untuk merontokkan butiran timah yang ada di tanah itu. Tanah, air, dan timah bercampur menjadi lumpur. Setelah itu ada pipa yang menyedot lumpur itu ke atas permukaan tanah, dialirkan ke alat penyaring. Butiran timah dan batu satam (jika beruntung) akan terperangkap di alat penyaring ini, sedangkan sisa lumpur sudah tidak terpakai. Mesin penyemprot air dan penyedot lumpur digerakkan oleh genset. Alat penyaring juga dibuat sendiri dari kayu. Dalam sehari, timah yang dikumpulkan berkisar 5-6 kilogram. Harga jual saat itu adalah Rp70.000. Hasil yang didapat dibagi ke kelompok penambang ini, biasanya sekitar 3-4 orang. Punya tambang tentu ada halangannya juga, salah satunya adalah razia polisi. Warga dilarang melakukan kegiatan penambangan di daerah hutan lindung atau produksi. Tapi kadang warga memang sudah “diincar” duluan. Kalaupun tertangkap, masih bisa dibebaskan asalkan .... (yah tau sendiri lah ya). Boi, di kulong itu panas banget. Gersang. Salut deh sama warga yang ngulong dan tetap puasa.

tambang dari jauh
sisi lain tambang
semproooot
alat penyaring timah, lumpur sisa dibuang
foto 3-7: Zidan

            Kelar ngobrol sama Bang Kohel, kami pun pindah ke lokasi berikutnya. Zidan penasaran mau lihat tambang batu granit tradisional. Kami pun pindah dari hutan satu ke yang lain. Sayang, saat sampai di lokasi tambang granit, kami tidak bertemu seorangpun. Tambang granit ini masih berfungsi, terlihat nyala api di dalam “tungku” batu. Menurut Zidan, batu granit yang berukuran besar ini dibakar agar lebih mudah untuk dipecah menjadi batu berukuran kecil yang biasa menjadi bahan material.


            Sekian laporan sesi bolang hari ini J


Love,



No comments:

Post a Comment